Pendahuluan
Istilah “sandwich generation” merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Dorothy A. Miller; seorang profesor dari Universitas Kentucky, Amerika Serikat, pada artikelnya yang berjudul “The Sandwich Generation: Adult Children of the Aging” dan dipublikasikan melalui situs jurnal jstor.org pada tahun 1981.
Sandwich generation atau generasi sandwich merupakan istilah untuk suatu kelompok sosial yang memiliki orang tua yang lanjut usia serta keluarga berupa anak dan istri yang juga perlu dinafkahi. Profesor Dorothy menganalogikan fenomena tersebut dengan roti lapis (sandwich), di mana orang tua sebagai lapisan atas roti dan anak dan istri sebagai lapisan atas dan bawah roti, sedangkan orang tersebut yang terjebak dianalogikan sebagai sebagai daging, atau isi sandwich yang terhimpit di tengah-tengah kedua roti tersebut.1 Secara sederhana, istilah sandwich generation merupakan istilah yang menunjukkan pada keadaan di mana seseorang bertanggung jawab atas tiga generasi sekaligus, yaitu generasi atas yakni orang tua atau mertua, lalu diri sendiri dan istri, kemudian generasi bawah yaitu anak kandung atau bahkan cucu.
Problematika Generasi Sandwich
Seseorang yang termasuk dalam generasi sandwich merupakan diibaratkan sebagai individu yang “terhimpit” di antara dua generasi yang berbeda.2 Generasi sandwich seolah menjadi estafet antar generasi yang sulit untuk di putuskan rantainya. Beban serta tanggung jawab yang harus diemban generasi sandwich tidak hanya sampai pada urusan ekonomi saja, tetapi akan banyak mengangkat isu dan menimbulkan permasalahan permasalahan baru.3 Selain beban finansial yang ditanggungnya, generasi sandwich juga harus pandai dalam mengelola konflik yang berpotensi terjadi dalam keluarga dan mempengaruhi ketahanan keluarga.4 Akibatnya, generasi sandwich sangat rentan mengalami problematika kehidupan seperti konflik peran, dilema keuangan hingga masalah psikologis.
Konflik peran merupakan sebuah persepsi seseorang yang diakibatkan oleh terjadinya dua atau lebih peran secara bersamaan, sehingga timbul kesulitan bagi orang tersebutuntuk menjalankan peran-peran tersebut secara bersamaan.5 Konflik peran sangat rentan dialami oleh generasi sandwich karena selain harus mencari nafkah untuk kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya, mereka juga harus memenuhi kebutuhan lainnya seperti dukungan emosional, afeksi, sosial, serta finansial anggota keluarga yang ada di atasnya seperti ayah, ibu bahkan saudara- saudaranya.6
Generasi sandwich memiliki tanggung jawab lebih untuk merawat generasi yang di atasnya serta generasi di bawahnya sekaligus.7 Akibatnya, dilema keuangan menjadi sesuatu yang sulit dihindarkan. Generasi Sandwich sering kali memiliki masalah dalam pengelolaan keuangan karena banyaknya tanggungan yang harus dipenuhi.8 Kembali lagi, hal ini disebabkan karena generasi sandwich tidak hanya diharuskan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, melainkan juga harus memenuhi kebutuhan nafkah terhadap kepada orang tua, kakak, adik atau anggota keluarga lainnya yang menimbulkan terjadinya dilema dalam pengelolaan keuangan.9
Selain masalah pemenuhan nafkah, kebanyakan generasi sandwich akan menghadapi berbagai masalah lain dengan adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan yang tergolong tinggi.10 Di antara permasalahan psikologis yang umumnya melanda generasi sandwich adalah tekanan yang kemudian mendatangkan menurunkan kualitas hidupnya dalam mengambil keputusan keuangan.11
Berbicara tentang kewajiban nafkah generasi sandwich, peraturan tentang pemberian nafkah ini sejatinya juga tertuang dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 34 ayat (1) yang menjelaskan bahwa seorang suami memiliki kewajiban istri serta memberikan segala sesuatu kebutuhan hidup keduanya sesuai dengan kemampuan sang suami.12 Dalam konteks generasi Sandwitch, kita juga tidak boleh melupakan pasal 46 ayat (2) yang mengatur bahwa apabila seorang anak telah dewasa, maka anak tersebut wajib memelihara orang tua sesuai dengan kemampuannya.
Tinjauan Fikih terhadap Problematika Generasi Sandwich
Fakta di atas menjadikan beberapa kalangan mungkin menganggap bahwa menjadi bagian dari generasi sandwich merupakan situasi yang sulit dan tidak diinginkan. Lantas, bagaimana Islam memandang fenomena ini? Dalam perspektif Islam, jika dilihat dari sudut pandang yang positif, menjadi bagian dari sandwich generation justru merupakan suatu nikmat yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, bukan sebagai beban tanggung jawab semata. Keadaan seorang muslim sebagai bagian dari sandwich generation justru dapat menjadi sebuah support system asalkan bisa menjalin komunikasi yang baik, pemahaman fikih yang benar juga akan merubah cara pandang generasi sandwich dalam memenuhi kewajibannya.
Salah satu cara berbakti dan berbuat baik terhadap orang tua adalah dengan menafkahi keduanya ketika mereka tidak lagi memiliki penghasilan karena sebab kekuatan fisik yang semakin menurun, atau karena kondisi yang membuat mereka tidak memiliki kecukupan harta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Allah subhanahu wa ta’ala telah menjabarkan hal tersebut dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 215:
”Mereka bertanya kepadamu tentang apakah yang harus mereka infakkan. Katakanlah, ‘Harta apa pun yang engkau infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Dan kebaikan apa pun yang engkau kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” 13
Memberi nafkah kepada kedua orang tua juga merupakan salah satu cara untuk mendapatkan ridha Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini sejalan dengan perintah Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Quran pada surah An-Nisā’ ayat 36:
“Sembahlah Allah dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, orang yang sedang dalam perjalanan dan hamba sahayamu. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” 14
Namun, faktor ekonomi terkadang mengharuskan seorang menghadapi dilema ketika harus memprioritaskan di antara dua kubu yang dicintainya, orang tua dan keluarga yang berada di bawahnya. Di tengah dilema tersebut, seseorang dihadapkan pada situasi sulit yang harus dipilih yakni kewajiban berbakti kepada orang tua, dan kewajiban memperlakukan istri dengan baik.
Jika demikian, manakah yang seharusnya menjadi prioritas? Musthafa Al- Khin, seorang pakar fikih kontemporer asal Damaskus yang wafat pada tahun 2008 menjelaskan:
Setelah untuknya, seorang suami harus mendahulukan istrinya. Menafkahi istrinya lebih diutamakan karena nafkahnya tidak gugur seiring dengan berlalunya waktu. Berbeda halnya dengan kewajiban nafkah untuk orang tua atau anak. Nafkah mereka gugur seiring dengan berlalunya waktu. 15
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa setelah pemenuhan nafkah untuk diri sendiri dan istri, maka urutan yang wajib untuk dinafkahi adalah anak, ibu yang tidak mampu, ayah yang tidak mampu, lalu anak dewasa yang tidak mampu, kemudian kakek yang tidak mampu.
Jabir radhiyallahu ’anhu dalam sebuah hadits yang panjang, meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
Mulailah dengan dirimu sendiri, nafkahkan untuknya, kemudian jika terdapat suatu lebihan, maka nafkahkan untuk istrimu. Jika dari nafkah istrimu tersebut terdapat kelebihan, maka nafkahkan kepada kerabatmu. Jika dari nafkah kerabatmu tersebut terdapat kelebihan, maka nafkahkan untuk ini dan itu.” Perawi hadits berkata: “Maka berikanlah nafkah tersebut kepada orang di depanmu dan di kanan kirimu. 16
Meskipun memiliki pendapat yang berbeda dalam permasalahan ini, dalam konteks mengutamakan harta istri dari pada nafkah ibu Imam An-Nawawi rahimahullah dalam fatwanya menyatakan:
Seseorang tidak berdosa dengan tindakan itu ketika ia mencukupi nafkah ibunya jika ibunya adalah salah seorang yang wajib dinafkahi dengan baik. Tetapi yang utama adalah membahagiakan (menjaga perasaan) dan mengutamakan ibunya. Jika memang harus mengutamakan nafkah istri daripada ibu, maka seseorang suami harus menyembunyikan tindakan tersebut dari ibunya. 17
Disebutkan bahwa di antara alasan diprioritaskannya nafkah istri atas nafkah orang tua adalah karena nafkah istri termasuk dalam transaksi antar sesama manusia, sementara nafkah orang tua termasuk dalam kepedulian yang merupakan bagian dari ibadah terhadap Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini selaras dengan kaidah fikih:
”Hak-hak Allah ta’ala dibangun atas prinsip kelonggaran dan kemudahan, sementara hak-hak manusia dibangun atas prinsip ketat dan perhitungan.” 18
Dengan demikian, seseorang yang diberikan kecukupan harta selayaknya menggabungkan pemenuhan nafkah keduanya sebagai bentuk berbakti kepada orang tua dan memperlakukan istri dengan baik. Adapun jika harus memilih skala prioritas, hendaknya memenuhi nafkah istri terlebih dahulu sembari bersungguh- sungguh berusaha memenuhi nafkah kepada orang tua.
1 Miller, Dorothy A. “The ‘sandwich’generation: Adult children of the aging.” Social Work 26, no. 5 (1981)
2 Khalil, Raihan Akbar, and Meilanny Budiarti Santoso. “Generasi sandwich: Konflik peran dalam mencapai keberfungsian sosial.” Share: Social Work Journal 12, no. 1 (2022): 77-87.
3 https://www.kompasiana.com/dfbyy/63cf932f812e6915385cc5c2/problematika-menjadi-generasi-sandwich diakses pada 29 April 2024.
4 https://www.femina.co.id/family/generasi-sandwich-berbagi-pengalaman diakses pada 29 April 2024.
5 Hutami, Gartiria, and Anis Chariri. “Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas Peran Terhadap Komitmen Independensi Auditor Internal Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Inspektorat Kota Semarang).” PhD diss., Universitas Diponegoro, 2011.
6 Khalil, Raihan Akbar, and Meilanny Budiarti Santoso. “Generasi sandwich: Konflik peran dalam mencapai keberfungsian sosial.” Share: Social Work Journal 12, no. 1 (2022).
7 Alpiansah, Restu, Rizal Ramdani, Rina Komala, and Stevany Hanalyna Dethan. “Discussion on Radio: Dilema Keuangan Generasi Sandwich.” JILPI: Jurnal Ilmiah Pengabdian dan Inovasi 2, no. 2 (2023): 605-614.
8 Alpiansah, Restu, Rizal Ramdani, Rina Komala, and Stevany Hanalyna Dethan. “Discussion on Radio: Dilema Keuangan Generasi Sandwich.” JILPI: Jurnal Ilmiah Pengabdian dan Inovasi 2, no. 2 (2023): 605-614.
9 Putri, Novie Purnia. “Perempuan Pekerja Generasi Sandwich (Dinamika dan Strategi Coping).” PhD diss., Tesis: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2020.
10 Sarnon, Norulhuda, Fauziah Ibrahim, Mohd Suhaimi Mohamad, Nasrudin Subhi, Khadijah Alavi, Chong Sheau Tsuey, Rahmah Mohd Amin, and Ezarina Zakaria. “Meneroka pengalaman penjaga dewasa generasi sandwich terhadap aspek sosio-ekonomi keluarga.” Jurnal Pembangunan Sosial 17, no. 2 (2014): 53- 69.
11 Nuryasman, M. N., and Elizabeth Elizabeth. “Generasi sandwich: Penyebab stres dan pengaruhnya terhadap keputusan keuangan.” Jurnal Ekonomi 28, no. 1 (2023): 20-41.
12 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 34 ayat (1).
13 QS. Al-Baqarah (2): 215.
14 QS. An-Nisā’ (6) 36.
15 Al-Fiqhu al-Manhaji ‘Ala Madzhabi Al-Imām Asy-Syāfi‘i, 4/178.
16 HR. Muslim, No. 997.
17 Fatāwā al-Imām an-Nawawi, Hal. 150.
18 Mafātīh al-Ghaib, 18/61
Penutup
Pemahaman yang baik mengenai tinjauan fikih atas problematika generasi sandwich akan memberikan dampak positif terhadap ketahanan keluarga muslim. Dengan menjadi jembatan antara generasi yang lebih tua dan lebih muda memungkinkan kita untuk memperkuat ikatan keluarga sehingga terjalinlah kedekatan emosional yang kuat antara anggota keluarga dari berbagai generasi. Komunikasi yang baik dan penuh pengertian menjadi kunci untuk menjaga hubungan tersebut tetap harmonis.
Keseharian seorang anak merawat orang tua atau anggota keluarga yang lebih tua membuka kesempatan untuk menunjukkan rasa hormat, penghargaan, dan kasih sayang. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup orang yang dirawat, tetapi juga menciptakan iklim harmoni dan kedamaian dalam keluarga. Anak-anak atau cucu juga akan belajar nilai-nilai seperti kesabaran, pengorbanan, dan kepedulian terhadap anggota keluarga yang lebih tua.
Ketika generasi yang lebih muda melihat bagaimana kita merawat dan memperlakukan anggota keluarga yang lebih tua dengan penuh kasih sayang dan hormat, mereka belajar untuk menghargai nilai-nilai keluarga yang kuat. Hal ini menciptakan lingkungan di mana nilai-nilai seperti tanggung jawab, kepedulian, dan gotong royong dihargai dan dipraktikkan secara aktif
Menjadi bagian dari sandwich generation juga memungkinkan kita untuk membangun jaringan dukungan sosial yang kuat. Melalui berbagi pengalaman dan dukungan dengan orang-orang dalam situasi yang sama, kita dapat saling memberikan dukungan emosional, saran praktis, dan bantuan dalam menghadapi tantangan yang dihadapi. Tanggung jawab merawat anggota keluarga dari dua generasi yang berbeda mengajarkan kita untuk menjadi lebih sabar, tanggap, dan bijaksana. Pengalaman ini memperkaya pengembangan pribadi dan kematangan emosional kita, sehingga kita menjadi lebih siap menghadapi berbagai situasi sulit dalam kehidupan. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Quran Al-Karim
- Miller, Dorothy A. “The ‘sandwich’generation: Adult children of the aging.” Social Work 26, no. 5 (1981).
- Khalil, Raihan Akbar, and Meilanny Budiarti Santoso. “Generasi sandwich: Konflik peran dalam mencapai keberfungsian sosial.” Share: Social Work Journal 12, no. 1 (2022): 77-87.
- https://www.kompasiana.com/dfbyy/63cf932f812e6915385cc5c2/problematika- menjadi-generasi-sandwich diakses pada 29 April 2024.
- https://www.femina.co.id/family/generasi-sandwich-berbagi-pengalaman diakses pada 29 April 2024.
- Hutami, Gartiria, and Anis Chariri. “Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas Peran Terhadap Komitmen Independensi Auditor Internal Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Inspektorat Kota Semarang).” PhD diss., Universitas Diponegoro, 2011.
- Khalil, Raihan Akbar, and Meilanny Budiarti Santoso. “Generasi sandwich: Konflik peran dalam mencapai keberfungsian sosial.” Share: Social Work Journal 12, no. 1 (2022).
- Alpiansah, Restu, Rizal Ramdani, Rina Komala, and Stevany Hanalyna Dethan. “Discussion on Radio: Dilema Keuangan Generasi Sandwich.” JILPI: Jurnal Ilmiah Pengabdian dan Inovasi 2, no. 2 (2023): 605-614.
- Putri, Novie Purnia. “Perempuan Pekerja Generasi Sandwich (Dinamika dan Strategi Coping).” PhD diss., Tesis: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2020.
- Sarnon, Norulhuda, Fauziah Ibrahim, Mohd Suhaimi Mohamad, Nasrudin Subhi, Khadijah Alavi, Chong Sheau Tsuey, Rahmah Mohd Amin, and Ezarina Zakaria. “Meneroka pengalaman penjaga dewasa generasi sandwich terhadap aspek sosio-ekonomi keluarga.” Jurnal Pembangunan Sosial 17, no. 2 (2014): 53-69.
- Nuryasman, M. N., and Elizabeth Elizabeth. “Generasi sandwich: Penyebab stres dan pengaruhnya terhadap keputusan keuangan.” Jurnal Ekonomi 28, no. 1 (2023): 20-41.
- Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Al-Qurān aal-Karīm.
- Al-Fiqhu al-Manhaji ‘Ala Madzhabi Al-Imām Asy-Syāfi‘i. Fatāwā al-Imām an-Nawawi.
- Mafātīh al-Ghaib. Shahīh al-Bukhāri.