Optimalisasi Peran Orang Tua Dalam Menangkal Paham Radikalisme Anak Remaja

Pendahuluan

Dewasa kini banyak orang yang bersikap ekstrem dalam menjalankan agama bahkan sampai melampaui batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Bersikap ekstrem dan melampaui batas dalam beragama kerap memunculkan paham radikalisme, dimana pemahaman tersebut sangat berbahaya dalam kehidupan beragama dan bernegara. Radikalisme dapat menimbulkan berbagai permasalahan serius di masyarakat, seperti aksi kekerasan, saling menyerang, hingga aksi terorisme.

Radikalisme seringkali dihubungkan dengan agama, terutama Islam. Orang-orang berpaham radikal membuat Islam menjadi terkesan negatif. Padahal agama Islam tidak mengajarkan hal-hal yang berbau radikalisme. Islam adalah agama yang moderat, cinta perdamaian dan mengajarkan umatnya untuk bersikap pertengahan, tidak ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin yaitu rahmat bagi seluruh alam. Seperti dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (al-Anbiya’: 107).

Radikalisme telah menyentuh sebagian lapisan umat, termasuk di bumi nusantara. Pemahaman radikal perlu dilakukan upaya pencegahan karena orang-orang radikal menganggap aksi kekerasan dan pelanggaran aturan hukum yang berlaku dalam suatu keadaan tertentu bukanlah hal yang terlarang.

Berbagai isu terkait pemahaman radikal menimbulkan pandangan negatif sebagian masyarakat yang mengesankan bahwa Islam tidak mengenal toleransi bernegara. Hal ini sangat miris dan mengecewakan umat Islam di Indonesia yang telah menjadi bagian penting dari sejarah pembentukan bangsa yang merdeka ini. Maka menjadi tugas besar bagi seluruh umat muslim Indonesia untuk memahami dan mendakwahkan ajaran Islam yang benar.

Keluarga sangat berperan dalam menangkal dan membentengi masuknya paham radikalisme. Dalam hal ini, orang tua memegang peranan penting untuk mengawasi pergaulan anak-anaknya dan membentenginya dari pemahaman agama yang sempit dan radikal. Pemahaman radikal menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk keluarga khususnya para orang tua. Maka dari itu esai ini membahas mengenai optimalisasi peran keluarga dalam menangkal radikalisme bagi remaja. 

Bagaimana orang tua seharusnya dalam mendidik dan mencegah pemahaman radikal, tentu diperlukan adanya kerjasama antara peran ayah dan ibu dalam pendidikan bagi anak-anak. Gerakan-gerakan radikal dengan berbagai macam modus yang banyak menargetkan generasi muda menjadi sebuah ancaman besar bagi bangsa Indonesia. Peran keluarga sangat penting, khususnya orang tua untuk ikut andil dalam melakukan kontrol terhadap apa saja yang dipelajari, diterima, dan diserap oleh anak-anaknya sebagai generasi muda penerus bangsa.

Pembahasan

Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Fenomena radikalisme hingga terorisme kerap terjadi di Indonesia. Radikalisme sering disebut sebagai embrio terorisme, sebab oknum radikal tersebut tidak memahami makna moderasi beragama dengan benar yang seringkali menimbulkan aksi terorisme walaupun tidak selalu berujung aksi tersebut. Menurut UU No 5 Tahun 2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. 

Merebaknya berbagai aksi radikalisme hingga terorisme terus terjadi di Indonesia. Berdasarkan peta Global Terrorism Index tahun 2020 di atas, dapat dilihat bahwa Indonesia berada dalam peringkat ke-37 urutan terdampak terorisme dari 163 negara secara global dengan skor 4.629, dan berada pada peringkat ke-4 dari 19 negara di lingkup Asia Pasifik. Dalam Global Terrorism Index dikemukakan bahwa ekstremisme agama menjadi faktor pendorong aksi teroris di beberapa negara dunia, seperti India, Pakistan, Indonesia, Filipina, dan beberapa negara lainnya.

Aksi radikalisme yang didasari oleh dimensi agama terutama Islam kerap menimbulkan kesan negatif terhadap agama Islam. Agama Islam dianggap sebagai agama yang mengajarkan umatnya berpikir dan bertindak radikal. Bahkan sebagian menganggap Islam melegalkan tindakan kerusakan, kekerasan, bahkan pembunuhan. Mengingat kembali kejadian yang belum lama terjadi di Indonesia, yaitu pada tanggal 28 Maret 2021, dimana masyarakat dikejutkan dengan peristiwa peledakan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, diungkapkan bahwa aksi tersebut mengatasnamakan jihad. Kejadian tersebut tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam, akal sehat, dan fitrah manusia. Seorang muslim yang baik tidak akan menyetujui tindakan tersebut. 

Islam adalah agama para nabi yang merupakan wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala, tidak ada kesalahan dan kekurangan sedikitpun di dalam ajarannya. Adapun kejadian atau tindakan berbau radikal, terorisme, kerusakan, dan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang benar, serta tindakan tersebut diperbuat oleh pelaku beragama Islam, maka tindakan tersebut merupakan perbuatan dari pelaku itu sendiri yang disebabkan oleh ketidakpahaman terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya.

Islam melarang segala bentuk perusakan di muka bumi. Justru sebaliknya, agama Islam memerintahkan umatnya untuk berbuat baik kepada sesama.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَأَحۡسِنكَمَآأَحۡسَنَٱللَّهُإِلَيۡكَۖوَلَاتَبۡغِٱلۡفَسَادَفِيٱلۡأَرۡضِۖإِنَّٱللَّهَلَايُحِبُّٱلۡمُفۡسِدِينَ

“..dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qashash:77)

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut,

وَأَحۡسِنكَمَآأَحۡسَنَٱللَّهُإِلَيۡكَۖ

“…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu….”

Maksudnya, berbuat baiklah kepada sesame makhluk Allah, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.

وَلَاتَبۡغِٱلۡفَسَادَفِيٱلۡأَرۡضِۖ

“…dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.”

Maksudnya,janganlah tujuan yang sedang kamu upayakan itu, menimbulkan kerusakan di muka bumi dan berbuat jahat kepada makhluk Allah.

CNN Indonesia. (2021) menjelaskan bahwa Deputi VII Badan Intelijen  Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto menyebut sebanyak 85 persen generasi milenial di Indonesia rentan terpapar radikalisme.  Tentu hal tersebut merupakan suatu ancaman bagi bangsa, apabila generasi muda khususnya generasi umat Islam sebagai bagian dari pemeran penting tonggak peradaban justru terperangkap dalam paham radikalisme.

Dari berbagai permasalahan tersebut, dapat kita ketahui bersama bahwa radikalisme dengan segala permasalahan yang ditimbulkannya merupakan hal yang sangat urgen bagi kehidupan beragama dan bernegara. Faktor penyebab munculnya radikalisme harus segara diusut dan dilakukan upaya penangkalan, tentu hal tersebut memerlukan dukungan dari masyarakat. Maka dari itu, upaya tersebut dapat dimulai dari lingkup terkecil di masyarakat, yaitu keluarga.

Keluarga sebagai pihak terpenting yang pertama dalam memengaruhi karakter anak. Sumber pertahanan pertama agar anak tidak terpengaruh paham radikalisme dapat hadir pertama kali dari lingkungan keluarga (BNPT, 2021). Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan untuk menjaga keluarga dari api neraka, menyerukan perintah Allah dan menyerukan larangan dari-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Maka di antara optimalisasi peran keluarga, khususnya orang tua dalam menangkal radikalisme bagi anak di masa remaja antara lain yaitu; Pertama, orang tua sebagai role model yang memberikan pendidikan karakter dan ilmu agama untuk anak. Dalam menciptakan suasana yang nyaman dalam berkeluarga, orang tua hendaknya memiliki pemahaman agama yang benar dan adab islami yang baik sehingga dapat memberikan contoh praktik keagamaan dan praktik dalam kehidupan bersosial yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Tanamkan bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup dan rujukan sebagaimana yang telah diamalkan oleh para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’uttabi’in. Berikan pemahaman kepada anggota keluarga bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Kedua, orang tua sebagai tempat cerita bagi anak. Orang tua, terutama ibu hendaknya memberikan rasa kehangatan bagi anak-anaknya sehingga mereka akan bersikap terbuka dan tidak merasa enggan bercerita. Sebab gerakan radikalisme pada zaman ini dapat ditemui dalam berbagai jaringan. Derasnya arus dan semakin mudahnya akses informasi melalui internet juga turut menjadikan keluarga berperan dalam membentengi anggota keluarga dari paham radikalisme dengan keterbukaan antar anak dengan orang tua. Terlebih pada usia remaja, anak cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Ketiga, membangun komunikasi yang baik antar sesama anggota keluarga. Melalui peran orang tua, penanaman cinta dan kasih sayang kepada anak dan anggota keluarga amat penting dan keluarga sebagai tempat konsultasi dan diskusi (Jalwis, 2021). Keluarga sebagai tempat dimana anggota keluarga mendapat rujukan dalam melakukan suatu hal dan mengambil keputusan (Nuzuli, 2019). Kenyamanan dan keterbukaan dalam mendiskusikan segala hal dapat menjadi banteng untuk mengikis pemahaman radikalisme yang muncul akibat informasi dan pemahaman yang keliru.

Keempat, peran orang tua untuk mengawasi anak remaja dalam menjalin pertemanan dan pergaulan. Pergaulan dan lingkungannya memiliki peran penting bagi pembentukan karakter anak. Bahkan karakter anak dapat berubah sesuai dengan karakter temannya. Banyak anak muda yang masih polos dijejali paham ekstrem dan radikal oleh sebab pergaulan yang diikutinya. Sebab kasus radikalisme yang pernah terjadi tidak jarang di temui melalui oknum-oknum organisasi para pemuda, 

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

 “(Pemahaman agama) seseorang sangat tergantung pada pemahaman agama teman dekatnya. Maka dari itu, hendaknya seseorang memilih siapa yang akan dijadikan teman dekatnya.”

Penutup

Merebaknya aksi radikalisme hingga terorisme terus terjadi di Indonesia dengan sasaran yang mendominasi ialah para generasi muda. Untuk menangkal paham radikalisme dalam diri anak, orang tua harus berperan aktif dalam memberikan pendidikan dan arahan dalam kehidupan anak, terutama di masa remaja. Remaja seringkali memiliki semangat mencari jati diri yang tinggi, namun tidak jarang hal tersebut justru menimbulkan pemahaman yang rentan keliru akibat kelabilan maupun ilmu agama yang masih kurang.

Di antara solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan radikalisme adalah kembali kepada ajaran agama Islam yang benar, bersungguh-sungguh mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah berdasarkan pemahaman para sahabat dan generasi sebelumnya. Maka karena itu, hendaknya kita memprioritaskan waktu untuk lebih bersungguh-sungguh mempelajari agama Islam dengan pemahaman yang benar.

Melalui optimalisasi peran keluarga dalam menangkal radikalisme bagi anaknya, hal tersebut juga merupakan upaya dalam membantu pemerintah agar umat Islam selamat dari radikalisme, menjalani kehidupan yang damai sesuai syariat Islam, dan tidak keliru dalam memahami agama Islam. 

Daftar Pustaka

Asy-Syariah. (2017). Mengapa Teroris Tidak Pernah Habis? (Edisi 2). Yogyakarta: Penerbit Oase Media

Jalwis. (2021). Sosialisasi Menangkal Radikalisme di Kalangan Mahasiswa. Jurnal Pengabdian Masyarakat Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, 1(1), 47-63. https://doi.org/10.32939/altifani.v1i1.882

Nuzuli, A. K. (2019). Pengaruh Intensitas Membaca Travel.Detik.Com dan Interaksi dengan Kelompok Rujukan terhadap Minat untuk Berwisata. Jurnal Pikma Publikasi Ilmu Komunikasi Media Dan Cinema, 2(1), 162–183. https://doi.org/https://doi.org/10.24076/PIKMA.2019v1i2.389

Yunanto, Sri. (2018). Islam Moderat VS Islam Radikal; Dinamika Politik Islam Kontemporer. Yogyakarta: Medpress

Lickona, Thomas. (2012). Character Matters. Jakarta: Bumi Aksara

GTI. (2020). Global Terrorism Index 2020: Measuring the Impact of Terrorism. Sydney: Institute for Economics & Peace. https://visionofhumanity.org/wp-content/uploads/2020/11/GTI-2020-web-1.pdf

CNN Indonesia. (2021). BIN: 85 Persen Milenial Rentan Terpapar Radikalisme. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210615195226-12-654763/bin-85-persen-milenial-rentan-terpapar-radikalisme

Anshori, Ahmad. (2017). Islam Dan Cinta NKRI. https://thehumairo.com/991-islam-dan-cinta-nkri.html

https://asysyariah.com/peledakan-bom-di-depan-gereja-katedral-makassar/

https://almanhaj.or.id/22724-jagalah-dirimu-dan-keluargamu-dari-api-neraka.html

https://muslim.or.id/8879-pengaruh-teman-bergaul.html