Peran Dakwah Digital dalam Kampanye Moderasi Agama dan Batasan-Batasan Toleransi

Pendahuluan

Kampanye moderasi beragama kian membias belakangan ini. Khususnya di negara Indonesia yang masyarakatnya sangat majemuk dan lekat dengan nilai-nilai agama di setiap aspek kehidupan. Isu agama menjadi topik yang acap kali memantik perselisihan dan gesekan sosial. Tidak hanya antaragama, melainkan antarumat pemeluk agama yang sama.

Moderasi beragama digadang-gadang sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Dr. Joni Tapingku, M.Th. (Rektor IAIN Toraja) mengungkapkan, “Sikap moderat dan moderasi adalah suatu sikap dewasa yang baik dan sangat diperlukan. Radikalisasi dan radikalisme, kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian/caci maki dan hoaks, terutama atas nama agama, adalah kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak baik dan tidak perlu.  Moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan suatu sikap keberagamaan di tengah pelbagai desakan ketegangan (constrains).”

Berangkat dari tujuan mulia ini, segenap usaha kampanye moderasi beragama dilakukan. Mulai dari penyuluhan secara langsung ke berbagai daerah, dakwah konvensional di berbagai masjid, menerbitkan jurnal-jurnal ilmiah, serta mengadakan seminar berskala besar. Namun agaknya ada yang terluput dalam kampanye penyebaran moderasi beragama. Waktu telah bergulir dengan kemajuan hidup yang tak terbendung, oleh karenanya para pendakwah perlu melakukan transformasi dengan masuk dan merebut ruang digital. 

Kini masyarakat hidup di era multi layar, di mana seluruh perhatian tercurahkan pada media semacam gawai pintar, laptop, dan televisi. Perubahan ini seharusnya diimbangi dengan adanya modifikasi dakwah yang dilakukan oleh para da’i sebagai upaya penyebaran dakwah melalui ruang lingkup yang lebih luas. Dakwah akan semakin tertinggal dan dianggap asing jika hanya berjalan di tempat dengan terus mempertahankan metode yang lama. 

Hakikat Moderasi Beragama

Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku), maupun ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal).

Kata moderat dalam bahasa Arab dikenal dengan الوسطية (al-wasathiyyah). Kata ini didapati penyebutannya dalam QS. Al-Baqarah: 143 yang bermakna adil dan pilihan.

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۝

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.

Dalam hadits Rasulullah ﷺ disebutkan pula bahwa perkara yang paling baik adalah yang pertengahan, artinya tidak lebih condong ke satu sisi.

خَيرُ الأُمُورِ أَوسَطُهَا

Sebaik-baik perkara itu adalah pertengahan.

Moderasi beragama bukanlah hal baru, keberadaannya sudah ada sejak dulu, namun kian membias dengan memanasnya isu-isu yang dikaitkan dengan faktor agama. Karena itulah, moderasi agama dianggap perlu untuk dikulik dan kembali diterapkan dalam kehidupan sosial.

Saking pentingnya, moderasi beragama masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024. Menurut Oman Fathurrahman (guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Jubir Kementrian Agama), “Moderasi beragama merupakan kebutuhan masyarakat Indonesiaan saat ini. Perlu diturunkan ke dalam kebijakan dan program yang secara konkret dan serius. Kita mendorong agar program-program untuk memperkuat moderasi beragama ini tidak bersifat artifisial dan tidak menyelesaikan masalah yang sesungguhnya.”

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pasaman Gusman Piliang mengingatkan, “Moderasi bergama itu bukanlah upaya memoderasikan agama, melainkan memoderasi pemahaman dan pengamalan kita dalam beragama.” Ia juga melanjutkan dengan memaparkan bagaimana sikap Nabi Muhammad ﷺ ketika hidup bertetangga dengan masyarakat Mekah dan Madinah yang beragam karakter dengan berbagai latar belakang suku, budaya, dan dialek bahasa. Disepakati bahwa Rasulullah ﷺ adalah bukti kesuksesan membangun kehidupan yang harmonis dan saling menghargai. 

Pada hakikatnya, moderasi beragama mengajak masyarakat untuk bersikap adil dan bijak dalam beragama, lebih tenang dalam menghadapi berbagai polemik perbedaan yang ada, dan saling menghargai sudut pandang masing-masing. Semua ini bertujuan untuk menciptakan kehidupan sosial yang lebih rukun dan harmonis. Tidak lagi saling menyikut dan menyalahkan pihak-pihak tertentu, serta tidak saling memaksa untuk mengikuti sudut pandang yang sama.

Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama. Menjadi moderat bukan berarti cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan. Keliru jika ada anggapan bahwa seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti tidak memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam mengamalkan ajaran agamanya.

Dampak Positif Moderasi Beragama

Sesuatu yang dibentuk, dirancang, dan dikampanyaken tentu saja untuk mendulang berbagai manfaat dan dampak positif, tak terkecuali ketika Kementrian Agama aktif mempromosikan moderasi bergama dalam 4 tahun terakhir. 

Berikut beberapa dampak positif yang diharapkan dapat terwujud dengan moderasi beragama:

  1. Menciptakan kehidupan sosial yang lebih harmonis.
  2. Mencegah terjadinya perpecahan antar masyarakat.
  3. Menumbuhkan sikap saling menghargai antaragama dan antar pemeluk agama yang sama.
  4. Mengkaji permasalahan agama dengan perspektif yang lebih luas.
  5. Bersikap bijak terhadap permasalahan yang berkaitan dengan isu agama, berita hoaks yang mengatasnamakan agama, dan praktik-praktik yang diyakini berlandaskan dalil agama yang padahal hanyalah untuk kepentingan pribadi saja.
  6. Memandang agama secara lebih menyeluruh dan mengimplementasikannya ke dalam permasalahan kehidupan.

Mengapa Dakwah Digital Dirasa Penting dalam Kampanye Moderasi Agama?

Manusia memasuki periode post modern, yang juga disebut dengan era “kebanjiran informasi”. Dahulu sekali, interaksi hanya dapat dilakukan secara konvensional. Seiring berjalan waktu, banyak penemuan hebat yang melaluinya tatanan dunia mulai berubah. Dari berkirim surat, melakukan panggilan suara di warung telepon, hingga kemunculan ponsel genggam yang bisa dibawa ke mana-mana. Tidak berhenti di situ, penemuan jaringan internet merupakan hal yang tak kalah fantastis. Bagaimana tidak? Kini manusia bisa mengetahui informasi dunia hanya dari kamarnya, kini manusia bisa saling bertatap wajah tanpa batasan ruang dan waktu. 

Berdasarkan hasil laporan terbaru Hootsuite dan We Are Social, pengguna internet Indonesia mencapai 202,6 juta pada Januari 2021. Bila dibandingkan dengan jumlah pengguna internet pada tahun 2020, ada kenaikan 15,5% atau lebih dari 27 juta orang dalam 12 bulan terakhir.

Menurut Hootsuite dan We Are Social, total penduduk RI menyentuh di angka 274,9 juta jiwa. Ketika ada 202,6 juta pengguna internet, itu artinya 73,7% warga Indonesia sudah tersentuh dengan berselancar di dunia maya.

Berdasarkan data internetworldstats, pada Maret 2021 pengguna internet Indonesia mencapai 212,35 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, Indonesia berada di urutan ketiga pengguna internet terbanyak di Asia. Di urutan pertama ada Tiongkok yang kemudian disusul oleh India di urutan kedua.

Diagram pengguna smartphone dan internet. Sumber: google

Tidak hanya penggunanya yang meningkat pesat. Waktu yang dihabiskan rata-rata masyarakat Indonesia berselancar di internet juga tergolong tinggi. Dalam satu hari saja pengguna Indonesia rata-rata menghabiskan waktu sampai 8 jam 52 menit untuk mengakses internet, dengan rincian sebagai berikut: 2 jam 50 menit untuk streaming, 3 jam 14 menit untuk nongkrong di medsos, 1 jam 38 menit untuk membaca media online maupun offline, 44 menit untuk menonton podcast, dan 1 jam 30 menit untuk streaming musik.

Munculnya peran masif media sosial ini seharusnya diimbangi dengan adanya inovasi dan modifikasi cara berdakwah oleh para da’i. Tak dapat dimungkiri, orang-orang lebih senang menghabiskan waktunya untuk menatap layar gawai daripada diminta untuk berkumpul di suatu tempat tertentu dan mendapatkan kajian keagamaan. Para da’i harus bisa melihat peluang luar biasa di balik majunya perkembangan digital ini. Memanfaatkan keadaan ini untuk menciptakan kreasi-kreasi dalam pendekatan yang membawa kemaslahatan umat. 

Maka terjawab sudah, mengapa dakwah digital dirasa penting dalam kampanye moderasi beragama? Karena lebih dari 70% populasi penduduk Indonesia dapat mengakses berbagai macam berita dengan mudah melalui jaringan internet yang terkoneksi dengan ponsel pintar mereka. Sehingga dakwah melalui pemanfaatan digital diharapkan dapat menembus lebih banyak ruang dan audiens.

Berdakwah dengan pemanfaatan teknologi digital bukanlah suatu metode yang menyelisihi ajaran Nabi ﷺ dan salaful ummah. Sebagaimana hadits dari Rasulullah ﷺ:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ

“Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.”  (HR. Muslim, no. 2363)

Dakwah adalah suatu metode penyebaran Islam yang sudah dipraktikkan sejak beribu tahun lalu. Namun, berdakwah di abad yang lalu tentu berbeda dengan berdakwah di masa kini. Sehingga, para da’i punya kebebasan untuk memodifikasi metode dan strategi seperti apa yang tepat sesuai dengan keadaan yang dihadapi. 

Dakwah yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi harus mulai digalakkan. Dakwah Islam pada era digital harapannya mampu memecahkan isu-isu aktual yang sedang terjadi, meluruskan pemahaman yang menyeberangi kebenaran, dan menepis informasi-informasi tak berdasar. 

Dakwah dengan pemanfaatan digital juga diharapkan dapat menembus lebih banyak lapisan, tersampaikan dengan lebih tepat dan cepat, serta lebih mudah untuk disebarluaskan.

Beragama Secara Kaffah Bukanlah Tindakan Ekstrem

Selain kampanye moderasi yang terus digaungkan, hal yang tak kalah penting adalah memahami batasan-batasan moderasi dan toleransi dalam agama. Moderasi beragama tidaklah diwujudkan untuk menggeser kesempurnaan beragama seseorang. Jika itu tujuannya, maka hal ini telah menyelisihi firman Allah ﷻ dalam QS. Al-Baqarah: 208.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ۝

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.

Tidak hanya edukasi dan ajakan moderasi agama yang dibutuhkan masyarakat saat ini, namun memurnikan hakikat moderasi adalah tujuan yang jauh lebih penting. Sejauh mana moderasi yang bisa dilakukan? Sejauh mana toleransi yang dibenarkan?

Maka dari itu, edukasi moderasi agama tidak bisa dicukupkan hanya dengan menilik tujuan utama menghilangkan radikalisme, berlebihan dalam agama, dan terlalu condong mengimplementasikan nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat juga perlu diedukasi bahwa beragama secara sempurna dengan menyandarkan nilai agama di setiap langkah kehidupan tidaklah termasuk fanatisme beragama. Seseorang yang mengenakan pakaian syar’i sesuai syariat, tak mau berjabat tangan dengan yang bukan mahramnya, dan saling menasihati dalam kebaikan, bukanlah bentuk radikalisme. Inilah hal yang tidak kalah penting untuk disampaikan kepada masyarakat. Sehingga isu negatif bagi pemeluk agama yang benar-benar ingin mengimplementasikan ajaran agamanya secara sempurna dapat dihapuskan.

Pegiat dakwah perlu memanfaatkan media digital untuk mengedukasi masyarakat terkait batasan-batasan moderasi dan toleransi beragama. Sehingga moderasi tidak dilakukan secara berlebihan dan berdampak pada terkikisnya nilai kehidupan dan keagamaan. 

Penutup

Dari serangkaian pemaparan yang diulas, dapat dipahami bahwa moderasi beragama adalah hal yang penting untuk digalakkan, demi terwujudnya kehidupan sosial yang lebih rukun dan sejahtera. Para da’i harus aktif menyuarakan moderasi beragama ke berbagai lapisan masyarakat, dan hal ini akan sangat terbantu dengan pemanfaatan teknologi digital yang lebih baik. Menyadari bahwa lebih dari 70% penduduk Indonesia menjadi pengguna aktif media sosial, dan lebih dari 8 jam per hari yang dihabiskan untuk menggunakan internet, maka sudah saatnya dakwah digital menjadi ladang yang sangat menguntungkan para da’i. Menyentuh audiens dan sasaran dakwah yang lebih banyak, tanpa sekat batasan ruang dan waktu.

Selain kampanye moderasi agama, hal yang tidak kalah penting untuk disampaikan adalah sejauh mana moderasi yang boleh dilakukan dan bagaimana toleransi yang dibenarkan dalam beragama. Karena memaparkan pentingnya bersikap moderat tanpa memberikan batasan moderat itu sendiri justru akan memunculkan dampak negatif. Jangan sampai kampanye moderasi yang tujuannya baik, malah menjadikan masyarakat Indonesia semakin jauh dari agamanya dan memandang orang-orang yang beragama secara kaffah adalah orang-orang yang ekstrem dan radikal. 

Kini dakwah tidak hanya dengan mengumpulkan banyak jamaah dan berdiri di atas mimbar. Dakwah bisa dimulai dari siapa saja yang sudah memiliki ilmunya. Terutama sebagai penuntut ilmu syar’i, sebagai mahasiswa yang diharapkan bisa mewarnai dunia dengan perubahan yang lebih baik, serta generasi masa kini yang dekat dengan digital dan media sosial. Sudah saatnya kaum muda yang paham agama mengambil peran dan ruang melalui dakwah digital. 

Daftar Pustaka

Al-Qur’an Al-Karim

https://www.iainpare.ac.id/moderasi-beragama-sebagai-perekat/.

https://lipipress.lipi.go.id/detailpost/moderasi-beragama-dalam-lektur-keagamaan-islam-di-kawasan-timur-indonesia.

https://kemenag.go.id/read/masuk-rpjmn-2020-2024-kemenag-matangkan-implementasi-moderasi-beragama-8nx82.

https://sumbar.kemenag.go.id/v2/post/64110/moderasi-beragama-bukan-memoderasi-agama.

https://kemenag.go.id/read/pentingnya-moderasi-beragama-dolej.

https://inet.detik.com/cyberlife/d-5407210/pengguna-internet-indonesia-tembus-2026-juta.

https://inet.detik.com/cyberlife/d-5407210/pengguna-internet-indonesia-tembus-2026-juta.