Oleh: Dimas Ragil Ahmad Subari
Latar Belakang
Dewasa ini berbagai penyimpangan seksual seakan sudah menjadi gaya hidup. Tidak bisa dipungkiri, berbagai perilaku penyimpangan seksual telah banyak terdengar oleh telinga dan terlihat oleh mata. Keadaan saat ini tidak lagi aman terutama bagi anak. Berbagai macam media, bacaan, dan buku sering kali mengumbar bahkan berlomba untuk menyuguhkan sesuatu yang berbau seks. Hal ini tidak hanya mengakibatkan anak-anak menjadi cepat “dewasa”, bahkan juga membuka peluang terjadinya penyimpangan seksual. Perilaku seks dinyatakan menyimpang menurut Islam apabila kegiatan seks tersebut tidak sesuai dengan tuntunan syari’at Islam.
Tantangan bagi orang tua muslim semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Di era digital, merebaknya penyimpangan seksual adalah tantangan nyata yang kian meresahkan masyarakat terkhususnya keluarga muslim. Selain itu, anak remaja di Indonesia juga mengalami demoralisasi. Media massa selalu diisi dengan berita-berita kriminal, tindakan amoral dan penyimpangan seksual. Pada bulan Oktober lalu, 7 Oktober 2022 warga Magelang dihebohkan oleh kejadian 2 mahasiswa yang menjadi korban penyimpangan seksual sesama jenis. Pelaku dugaan penyimpangan seksual sesama jenis ini melancarkan aksinya saat kedua korban tertidur.
Selain itu, penyimpangan seksual jenis lain juga sangat banyak di media massa seperti perilaku ekshibisionis (memamerkan alat kelamin di depan umum). Pada 8 September 2022 lalu, tersebar berita polisi memburu terduga pelaku penyimpangan seksual ekshibisionis. Aksi tersebut dilakukan pelaku saat lima siswi SMP pulang sekolah di Pasar Minggu.
Dalam kasus yang sama pada dua bulan sebelumnya, pada 4 Juni 2022 tersebar video viral seorang pria yang tengah masturbasi di KRI. Tindakan asusila yang dilakukan pria itu terjadi di depan seorang wanita yang merekamnya dengan sebuah ponsel. Tanyangan ini lalu beredar luas di Twitter. Dan masih banyak jenis perilaku penyimpangan seksual lainnya yang tentunya meresahkan dan membuat banyak orang terancam.
Ditambah lagi terjadinya degradasi moral dan berkurangnya perhatian terhadap anak yang berpotensi menjerumuskan mereka kepada penyimpangan seksual. Sehingga menjadi penting keluarga muslim (orangtua) untuk mengadakan usaha-usaha preventif dalam mencegah terjangkitnya virus-virus penyimpangan seksual tersebut.
Tulisan ini bertujuan membahas usaha-usaha yang menjadi komponen penting dalam mencegah penyimpangan seksual anak sehingga dapat menciptakan keluarga muslim yang sakinah, mawaddah, warahmah dapat diciptakan. Sebagaimana yang terdapat di dalam maqashid asy-syariah adh-dharuriyyat al-khasm, yakni memelihara agama, memelihara jiwa/diri, memelihara akal, memelihara keturunan dan memlihara harta agar tercipta kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Tantangan Penyimpangan Seksual terhadap Keluarga Muslim
Di era digital, tantangan yang dihadapi orangtua semakin kompleks. Keluarga dihadapkan dengan sajian- sajian teknologi yang seolah tidak dapat dibendung. Menurut KBBI Daring kata keluarga berarti ibu dan bapak beserta anak-anaknya. Keluarga sebagai bagian terkecil dari sebuah negara, sangat besar pengaruhnya terhadap membangun ketahanan nasional bangsa di masa akan datang. Al-Ummu madrasah al-Ula, syair tersebut memaknai bahwa madrasah pertama bagi anak-anak kelak adalah ibu. Dalam hal ini, keluarga memiliki peran yang sangat vital dalam menjalankan amanah yang diberikan Allah Ta’ala kepada mereka yaitu menjaga setiap anggota keluarganya dari siksa api neraka.
Salah satu tantangan bagi keluarga muslim adalah penyimpangan seksual. Tentu saja, seiring derasnya sajian-sajian teknologi melalui berbagai macam media sosial. Diketahui bahwa informasi-informasi tersebut masuk ke dalam ruang “intim” keluarga tanpa perlu “mengetuk pintu” terlebih dahulu. Baik positif maupun negatif akan sangat sulit terdeteksi. Sehingga ketahanan keluarga akan terancam.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1994, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai kemampuan keluarga untuk mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera, dan bahagia lahir batin. Jadi, ketahanan keluarga adalah tentang bagaimana usaha keluarga dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan para anggotanya baik secara lahir maupun batin. Tingkat ketahanan keluarga bisa dilihat dari berberapa aspek. ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis. (Fathoni, 2021 : 251).
Upaya menyelenggarakan ketahanan keluarga ini dapat diwujudkan melalui usaha-usaha pencegahan penyimpangan seksual terhadap anak. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi orangtua untuk merevitalisasi usaha preventif penyimpangan seksual bagi anak. demi terciptanya kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Penyimpangan Seksual dan Usaha Preventif
Istilah penyimpangan seksual (sexual deviation) sering disebut juga dengan abnormalnya seksual (sexsual abnormality), ketidakwajaran seksual (sexual harassment). Penyimpangan seksual (deviasi seksual) bisa didefinisikan sebagai dorongan dan kepuasan seksual yang tidak ditujukan kepada objek seksual sewajarnya. (Junaedi, 2016: 7)
Ada banyak contoh penyimpangan seksual seperti: melakukan hubungan seks dengan sesama jenis (homoseks; homo/lesbian), atau dengan binatang (bestialitas), atau dengan anak kecil (pedofilia), atau dengan mayat (nekrofilia), atau dengan benda-benda milik lawan jenis (fetisisme), atau dengan menunjukkan kemaluan kepada orang lain (eksibisionisme) dan lainnya. Setiap jenis penyimpangan seksual tersebut sangat berpotensi terhadap demoralisasi pada anak sehingga kewajiban bagi keluarga muslim untuk memperhatikannya.
Secara umum, penyebab terjadinya penyimpangan seksual adalah multifaktural, mencakup gejala-gejala di dalam dan di luar pribadi (faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik) yang saling berkaitan. Faktor intrinsik adalah faktor herediter atau keturunan, misalnya seorang perempuan dengan sindrom adreno-genetial, yaitu dengan
jumlah hormon androgen-adrenal yang terlalu banyak atau berlebihan yang diproduksi selama janin ada dalam rahim, cendrung menjadi wanita tomboy yang kelaki-lakian. (Junaedi, 2016 : 8)
Sedangkan faktor ekstrinsik mencakup adanya kerusakan-kerusakan fisik dan psikis disebabkan oleh pengaruh-pengaruh luar atau oleh adanya interaksi pengalaman dengan lingkungan yang sifatnya traumatis yaitu penyimpangan seksual yang terjadi akibat hidup yang dialami ketika kecil atau ketika dewasa.
Sebagai konsekuensi logis dari perilaku seks menyimpang adalah munculnya berbagai penyakit kelamin (venereal diseases, VD), atau ‘penyakit akibat hubungan sesksual’ (sexually transmitted disease, STD). Berbagai penyakit kelamin yang kini dikenal di dunia kedokteran, adalah sifilis yang sering disebut ‘penyakit raja singa’ (rasa sakit yang disebabkan oleh kuman), gonore (disebabkan oleh kuman), herpes progenitalis (disebabkan oleh virus), dan AIDS (Acquired Immune Deficiensy Syndrome). (Junaedi, 2016 : 99 – 103).
Selain di dunia medis, konsekuensi dari perilaku seks menyimpang juga mempengaruhi demoralisasi akhlak Islam dan juga meruntuhkan pilar-pilar agama. Kenyataan ini jika dibiarkan berlarut-larut tanpa ada upaya, baik bersifat preventif, dengan mencegah terjadinya krisis moralitas seksual lebih lanjut, maupun upaya solutif, pencarian jalan keluar terhadap persoalan yang satu ini, maka tidak menutup kemungkinan kondisi moralitas bangsa ini akan semakin hancur. Oleh karena itu, berangkat dari sejumlah kasus, jenis, dan akibat dari penyimpangan seksual melakukan usaha-usaha preventif adalah sangat penting.
Urgensi Revitalisasi Usaha Preventif Penyimpangan Seksual Anak
Menurut KBBI Daring kata preventif berarti bersifat mencegah supaya jangan terjadi apa-apa. Dan kata revitaslisasai berarti proses, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Maka, revitalisasi usaha preventif penyimpangan seksual bisa diartikan melakukan usaha-usaha pencegahan terhadap penyimpangan seksual bagi anak.
Usaha menyehatkan kembali masyarakat menuju moralitas seksual yang sesuai dengan ajaran Islam, mau tidak mau, berpulang pada usaha penyehatan keluarga dengan merevitalisasi usaha preventif dalam keluarga. Dengan harapan keluarga mampu menjadi basis untuk melahirkan individu-individu yang sehat, berakhlak mulia, bukan justru membentuk individu-individu yang bermasalah.
Salah satu bentuk dari usaha-usaha tersebut adalah pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga sebagai pendidikan yang pertama dan utama memiliki peran sentral dalam membentuk pribadi-pribadi yang saleh. Terutama dalam hal ini agar terhindar dari berbagai penyimpangan seksual. Sejumlah keterangan baik dari Al- Qur’an maupun As-Sunnah menegaskan akan pentingnya pendidikan dalam keluarga.
Dalam surah At-Tahrim [66]: 6 ditegaskan, “ Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu-batu.” Dari ayat ini dapat dipahami akan perintah yang ditujukan kepada orangtua. Syaikh as-Sa’di mengatakan dalam kitab tafsirnya bahwa menjaga keluarga (istri dan anak) adalah dengan mengajarkan mereka (ilmu-ilmu agama) dan mendidik mereka (adab) dan memerintahkan untuk taat atas perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. (As-Sa’di, 2007 : 874).
Ayat Al-Qur’an di atas memberikan peringatan kepada orangtua untuk menjaga keluarga (istri dan anak) agar tidak terjerumus ke dalam jurang kehancuran, yaitu masuk ke dalam api neraka kelak di akhirat. Upaya
menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka ini adalah dengan mendidik keluarga agar selalu taat dan patuh terhadap perintah Allah Ta’ala yang demikian adalah termasuk upaya mencegah penyimpangan seksual terhadap anak. Rasulullah dalam sebuah hadisnya juga menegaskan, “ Seseorang tidak memberi sesuatu kepada anaknya yang lebih baik dari mendidik dengan budi pekerti yang baik.” (HR. Al-Hakim: 7679).
Dari beberapa landasan Al-Qur’an dan Hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas dimana keduanya adalah sumber rujukan dalam Islam, semakin jelas bahwa pendidikan pertama yang akan sangat berpengaruh pada diri seorang anak adalah pendidikan dalam lingkungan keluarganya. Pendidikan yang baik dan benar yang sesuai dengan tuntunan moralitas Islam dalam sebuah keluarga, akan menghasilkan anak-anak serta generasi yang saleh. Sebaliknya, pendidikan keluarga yang tidak mengindahkan norma-norma moralitas Islam akan menciptakan generasi-generasi yang liar, brutal, dan rusak. (Junaedi, 2016 : 107).
Pendidikan Islam terhadap anak tersebut dapat berupa, memisahkan tempat tidur anak (HR. Abu Daud), meminta izin ketika memasuki kamar orangtua (QS. An-Nur [24]: 58-59), memerintahkan menutup aurat ketika anak sudah baligh (QS. Al-A’raf [7]: 26) dan mengajarkan adab memandang lawan jenis (QS. An-Nur [24]: 30- 31). Secara keseluruhan tentunya hal-hal yang disebutkan di atas memiliki kemashlahatan yang besar bagi pribadi anak.
Pendidikan ilmu fikih juga penting seperti bagaimana cara istinja, etika ketika buang hajat, cara menyucikan pakaian dan najis, dan mencuci noda darah pada badan atau pakaian ketika hendak sholat. Persiapan dini memberikan kemampuan yang lebih baik bagi anak yang mumayiz untuk beradaptasi secara benar dengan perilaku seksual dan melindunginya dari kesalahan besar yang kadang dihadapinya, terutama pada usia baligh. (Sukamti, 2019: 586).
Selain itu, memberikan materi-materi yang terkait pada seks juga perlu diperhatikan oleh orangtua terhadap anak. Setidaknya ada beberapa hal sebagai berikut: Pertama, memberikan pelajaran tentang perbedaan- perbedaan terkait jenis kelamin terutama tentang topik biologis bentuk tubuh dan fungsi-fungsinya; Kedua, memberikan pemahaman tentang bagaimana sikap dan cara bergaul dengan lawan jenis dan sesama jenis yang tidak diperbolehkan dan dibolehkan; Ketiga, memberikan pemahaman tentang bentuk-bentuk terjadinya penyimpangan seksual; Keempat, mampu membedakan mana penyimpangan, pelecehan atau kekerasan seksual dan mana yang bukan; Kelima, mencegah agar anak tidak menjadi korban atau bahkan pelaku penyimpangan, pelecehan dan atau kekerasan seksual; Keenam, menumbuhkan sikap berani untuk memberitahukan pada orangtua apabila terjadi atau menjadi korban penyimpangan seksual (Abidin, 2016 : 552-553).
Kesimpulan
Tantangan yang dihadapi keluarga muslim semakin kompleks, yang menuntut agar memperhatikan permasalahan ini dengan serius. Setiap orang berharap bahwa generasi-generasi penerus mereka adalah generasi yang baik dan saleh. Maka, mau tidak mau, berpulang pada keluarga itu sendiri.
Banyak orangtua yang menyerahkan pendidikan anak kepada sekolah. Mereka menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya dengan anggapan bahwa yang demikian sudah memenuhi tanggung jawab mereka dan mencukupi pendidikan mereka. Padahal tidak demikian, pendidikan yang mereka dapatkan di sekolah harus
beriringan dengan pendidikan orangtua di rumah. Jika salah satu timpang atau bahkan keduanya. Maka, menciptakan generasi yang saleh dan baik adalah kemustahilan.
Masalah penyimpangan seksual adalah masalah serius. Maka, revitalisasi usaha preventif perlu digalakkan kembali. Islam sudah mewanti-wanti agar orangtua menjaga dengan baik masing-masing anggota keluarga mereka dari siksa api neraka. Oleh karena itu, usaha pencegahan berupa usaha-usaha prevenitf itu harus segera direvitalisasi mulai dari interaksi mereka dengan keluarga.
Pendidikan yang baik akan melahirkan generasi yang baik. Segala upaya pencegahan itu, mau tidak mau harus dimulai dari keluarga. Dengan memperhatikan tingkah laku dan aktivitas mereka sehari-hari. Baik dalam beribadah kepada Allah Ta’ala maupun dalam berinteraksi dengan orang lain. Sehingga mereka senantiasa berada di bawah pengawasan kedua orangtua hingga pada akhirnya harapan orangtua dan cita-cita besar anak mampu diwujudkan dan diraih di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim. Hadis
Buku
As-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir . Taisir al-Karim ar-Rahman fii Tafsir kalami al-Mannan. Cet. 5. Riyadh: Makatabah ar-Rusyd, 2007.
Jamaluddin dan Sabri Shaleh. Tantangan Keluarga Era Digital. Cet. I. Yogyakarta: Penerbit Magnum Pustaka Utama, 2019.
Junaedi, Didi. Penyimpangan Seksual yang Dilarang Al-Qur’an. Cet. I. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2016.
Jurnal Ilmiah
Fathoni, Ahmad. “Ketahanan Keluarga dan Implementasi Fikih Keluarga pada Keluarga Muslim Milenial di Gresik, Indonesia” JIL. Journal of Islamic Law. Vol. 2, No. 2, 2021.
Prosiding
Abidin. Achmad Anwar. “Perilaku Penyimpangan Seksual dan Upaya Pencegahannya di Kabupaten Jombang” Prosiding Seminar Nasional & Temu Ilmiah Jaringan Peneliti IAI Darussalam Blokagung Banyuwangi, 2016
Sukamti. “Integrasi Materi Pendidikan Seks Dalam Pelajaran Fiqih Pada Siwa Madrasah Tsanawiyah” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang,, 2019