Oleh: Hani Sekarsari
Universitas Negeri Yogyakarta
Pendahuluan
Islam adalah agama yang sempurna. Dengan kasih sayang-Nya, Allah telah mewahyukan kitabullah kepada Rasulullah ﷺ, yakni al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia. Di dalam al-Qur’an, Allah telah menjelaskan tentang masalah ushul (pokok-pokok) dan furu‘ (cabang-cabang) agama Islam. Oleh karena itu, sudah sepatutnya manusia mempelajari dan berpegang teguh terhadap apa yang telah Allah turunkan. Sebagai seorang hamba, kita juga harus senantiasa mentauhidkan-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan meyakini bahwa apapun yang Allah syariatkan adalah untuk kebaikan kita dan Allah tidaklah menetapkan sesuatu tanpa hikmah.
Dengan kekuasaan-Nya, Allah telah menetapkan adanya gharizah seksual pada diri manusia. Untuk memenuhi kebutuhan itu, Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan agar tiap pasangan berlawanan jenis dapat menikah, saling berkasih-sayang, memenuhi dorongan seksualnya, dan tentunya untuk membentuk keluarga bertakwa berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai pemahaman salafushshalih yang melahirkan anak shalih dan shalihah penerus peradaban.
Sayangnya, tidak semua manusia melampiaskan kebutuhan seksualnya dengan cara yang benar. Ada orang yang telah hilang akal sehatnya, menghitam hatinya, dan berubah dari fitrah yang telah Allah gariskan (Ismail, 2016) sehingga fitrah seksualitasnya menyimpang atau yang sering disebut sebagai penyimpangan seksual.
Penyimpangan seksual sangat banyak macamnya, di antaranya adalah perzinaan, pemerkosaan, pelacuran, homoseksual, lesbianism, pedofilia erotica (pecinta seks anak), transvetisme (waria), sodomi (seks dubur), masturbasi/onani, ekshibionisme (pamer alat vital), voyeurisme (mengintip orang yang suka berhubungan seks atau melihat alat kelamin oran lain), insestus (hubungan intim sedarah), sadism (seks dengan kekerasan), fetikhisme (pecinta pakaian dalam), nekrofilia (pecinta mayat), bestialitas (seks dengan hewan), dan troilisme (dikutip dari Surtiretna, dalam Abidin: 2019). Namun, dalam tulisan ini, penulis akan fokus pada pembahasan terkait homoseksual atau yang dalam agama Islam dikenal dengan istilah liwath. Penulis juga akan memaparkan beberapa dalil mengenai perbuatan homoseksual yang telah banyak dibahas oleh ulama fuqaha terdahulu dan mengulas tentang upaya preventif yang dapat dilakukan orang tua dalam menjaga fitrah seksualitas anak agar anak tidak terjerumus ke dalam penyimpangan seksual yang marak terjadi di kehidupan masyarakat.
Pembahasan
Dalam KBBI, homoseksual diartikan sebagai kondisi di mana seseorang tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama. Dalam bahasa Arab, makna liwath berarti hubungan seksual antara laki-laki dengan laki-laki (saling berhubungan intim dengan sesama jenis). Perbuatan ini disebut liwath karena dinisbatkan kepada kaum Nabi Luth عليه السلام (kaum Sodom) yang sangat melampaui batas dan durhaka terhadap seruan Nabi mereka. Perbuatan keji ini pertama kali dilakukan di zaman itu dan merebak di kalangan kaum beliau عليه السلام. Sebagaimana yang Allah kisahkan dalam surat Asy Syu’ara’ ayat 165-166, Allah berfirman,
اَتَأْتُوْنَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعٰلَمِيْنَۙ وَ تَذَرُوْنَ مَا خَلَقَ لَـكُمْ رَبُّكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْۗ بَلْ اَنْـتُمْ قَوْمٌ عٰدُوْنَ
“Mengapa kalian mendatangi jenis lelaki di antara manusia (berbuat homoseks), dan kalian tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untuk kalian, bahkan kalian adalah orang-orang yang melampaui batas.”
Kaum Nabi Luth عليه السلام disebut sebagai orang-orang yang melampaui batas karena perbuatan yang mereka lakukan adalah dosa besar yang sangat menyimpang dari tabiat, akal sehat, dan fitrah kemanusiaan. Mereka juga termasuk orang yang telah hilang rasa malunya, dikenal sebagai kaum fasik dan jahat, serta tergolong sebagai orang-orang yang menzalimi diri mereka sendiri. Bahkan, Abdul Malik bin Marwan sampai mengatakan,
لَوْلَا أَنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، قَصَّ عَلَيْنَا خَبَرَ لُوطٍ، مَا ظَنَنْتُ أَنَّ ذَكَرًا يَعْلُو ذَكَرًا
“Kalau sekiranya Allah tidak menceritakan kepada kami kisah kaum nabi Luth, maka aku tidak akan pernah menyangka akan ada laki-laki berhubungan dengan laki-laki!”
Saking nistanya perbuatan ini, hewan sekalipun enggan untuk melakukannya. Tak pernah kita dapati bahwa ada hewan jantan yang menghampiri dan menyetubuhi hewan jantan pula. Begitu pun dengan hewan betina, tak ada hewan betina yang melakukan hal demikian. Hal ini hanya terjadi pada orang yang terjerumus pada jebakan setan, rusak akal sehatnya, dan telah dikalahkan oleh hawa nafsunya. Padahal, ‘nafsu itu menyeru kepada sikap durhaka dan mendahulukan kehidupan dunia, sedangkan Allah memerintahkan hamba-Nya agar takut kepada-Nya dan menahan diri dari hawa nafsunya.’
Selain itu, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya berjudul ‘Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ menjelaskan bahwa homoseksual termasuk dosa besar yang sangat melampaui batas. Bahkan, pelakunya dilaknat oleh Nabi ﷺ sebanyak tiga kali dalam satu hadits. Padahal, saat melaknat pelaku zina dan sejumlah dosa besar lainnya, Nabi ﷺ tidak mengulangi laknat beliau lebih dari satu kali. Hal ini menunjukkan betapa keji, buruk, hina, dan haramnya perbuatan tersebut. Dalam pernyataan ini, Ibnu Qayyim membawakan sabda Rasulullah ﷺ yang berbunyi,
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ
“Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth. Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth. Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.”
Ibnu Qayyim juga menegaskan bahwa para Sahabat radhiyallahu ‘anhum sepakat bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah dibunuh. Tidak ada Sahabat yang berselisih mengenai hukuman membunuh pelaku homoseksual, tetapi yang mereka perselisihkan hanyalah tentang bagaimana tata cara membunuhnya. Dalil dibunuhnya pelaku tersebut adalah hadits Rasulullah ﷺ, beliau ﷺ bersabda,
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Siapa saja menjumpai orang yang melakukan perbuatan seperti kelakuan kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah pelaku dan objeknya!”
Allah melaknat pelaku homoseksual dan Allah sangat murka terhadap perilaku menyimpang yang mereka lakukan. Itulah sebabnya kaum Sodom ditimpa azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Allah menimpakan kepada mereka azab yang belum pernah Allah turunkan kepada siapa pun di mana hal ini mengisyaratkan betapa besar dan bahayanya dosa homoseksual yang mereka lakukan.
Dalam al-Qur’an, Allah menyebutkan bahwa Ia dengan segala hikmah-Nya, menghancurkan kaum Sodom di dunia dengan dijungkirbalikannya negeri mereka sehingga pondasinya menjadi berada di atas langit. Mereka juga Allah tenggelamkan ke dasar bumi dan Allah hujani mereka dengan batu-batu dari sijjil dan mandhud. Selain itu, di akhirat pun mereka akan dimasukkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala.
Perilaku kaum Sodom yang tidak bersabar dengan hawa nafsu mereka dan mengumbar syahwat mereka kepada sesama jenis, membuat mereka ditimpa dengan siksaan yang membinasakan. Benarlah perkataan Ibnu Qayyim bahwa sabar terhadap hawa nafsu lebih mudah daripada sabar terhadap akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan menuruti syahwat karena menuruti syahwat akan mendatangkan kepedihan dan siksaan, memutuskan kelezatan yang lebih sempurna, serta mendatangkan kerugian dan penyesalan.
Dikutip dari Ismail (2016: 74-75), beliau mengatakan, ‘Perbuatan yang merupakan anjuran dari setan itu terjadi akibat melemahnya akal saat diterjang gelombang syahwat, minimnya pengetahuan agama, dan meredupnya cahaya keimanan sehingga runtuhlah kekuatan jiwanya. Sesungguhnya memegang teguh nilai-nilai keislaman, jauh dari kesesatan orang-orang fasik, dan tipu daya setan, itulah sebenar-benarnya jalan keselamatan. Namun, adakah orang yang bersedia menyambut seruan ini?’
Lantas, berdasarkan pemaparan di atas, ketika kita telah menyadari tentang buruknya perilaku homoseksual, hendaknya sebagai manusia yang Allah anugerahkan akal sehat dan fitrah yang lurus, sudah sewajarnya bagi kita untuk berusaha menempuh jalan keselamatan dengan menjauhi segala hal yang diharamkan-Nya. Kita harus berusaha menjaga diri kita dan keluarga kita dari perbuatan keji ini. Jangan sampai diri kita dan orang-orang yang kita cintai mengulangi kesalahan yang sama yang telah dilakukan oleh kaum Sodom sehingga termasuk orang-orang yang Allah hinakan dan Allah timpakan azab yang sangat mengerikan. Na’udzu billahi min dzaliik.
Menurut hemat penulis, kiat yang dapat dilakukan untuk menghindari perilaku ini tentunya dimulai dari lingkup terkecil dalam lingkungan masyarakat, yakni keluarga. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa keluarga adalah poros pembentuk karakter anak, maka dapat dikatakan bahwa keluarga terutama orang tua harus berupaya semaksimal mungkin untuk membentengi anak-anaknya dari segala perilaku menyimpang, seperti penyimpangan seksual.
Sebagai seorang muslim, hendaknya orang tua harus banyak berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah agar Allah senantiasa menjaga dirinya dan keluarganya dari segala hal yang membuat Allah murka. Lalu, upaya preventif yang dapat dilakukan guna mencegah terjadinya penyimpangan seksual tentunya adalah dengan menanamkan nilai-nilai agama, memupuk nilai-nilai tauhid dan akhlaqul karimah, serta mengajarkan kepada anak tentang pendidikan seks sejak usia dini agar fitrah seksualitas anak terjaga. Dalam hal ini, orang tua memiliki peran penting untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman yang benar terkait pendidikan seks sehingga anak dapat mengetahui perannya yang sesungguhnya.
Menurut Abidin (2019), pokok-pokok pendidikan seks yang perlu ditanamkan kepada anak agar anak tumbuh sesuai fitrah seksualitasnya adalah dengan menanamkan jiwa kelaki-lakian atau kewanitaan yang benar menurut Islam, memerintahkan anak menjaga pandangannya, mengenalkan anak tentang siapa saja mahramnya, mendidik anak untuk menjaga aurat dan berpakaian yang baik, memisahkan tempat tidur anak, dan memberi pemahaman tentang tanda-tanda baligh kepadanya.
Hal ini sejalan dengan apa yang telah dijelaskan oleh Ustadz Abu Salma hafizhahullahu bahwa orang tua berperan penting dan memiliki tanggung jawab yang besar untuk bersama-sama menjaga fitrah seksualitas anak. Beliau menegaskan bahwa sampai usia 6 tahun, hendaknya anak selalu dekat dengan ayah dan ibunya di mana kedua orang tua harus senantiasa hadir dalam kehidupan sang anak. Di awal masa kelahiran, yakni 0-2 tahun, sosok ibu harus selalu hadir untuk menyapih dan sosok ayah berperan untuk memberi perlindungan, dukungan, dan semangat agar kondisi fisik maupun psikologis ibu senantiasa terjaga. Di usia 3 tahun, anak harus sudah mengetahui identitas gendernya. Dalam hal ini, orang tua bertugas untuk mengajarkan kepada anak tentang bagaimana harus bersikap, berbicara, berpakaian sesuai gendernya, dan usahakan tidak mandi bersama dengan orang tua apalagi orang lain. Lalu, di usia 7-10 tahun, anak harus mengetahui tentang peran maskulinitas sosok ayah dan peran feminitas sosok ibu. Untuk dapat merealisasikan hal ini, anak harus didekatkan dengan orang tua sesuai gendernya di mana anak laki-laki didekatkan kepada ayah, sedangkan anak perempuan didekatkan kepada ibu. Selanjutnya, di usia 10-14 tahun, anak mulai didekatkan dengan lawan gendernya di mana anak laki-laki didekatkan kepada ibu, sedangkan anak perempuan didekatkan kepada ayah. Hal ini dilakukan agar anak mengetahui tentang lawan jenisnya dan agar anak tahu bagaimana bersikap kepada lawan jenis.
Orang tua juga harus bisa menjadi teman berkomunikasi yang baik bagi anak dan membuatnya merasa nyaman dalam bercerita. Selain itu, hendaknya orang tua senantiasa memerhatikan dan menjaga lingkungan pergaulan anak agar anak tidak terjerumus pada pergaulan bebas yang dapat merusak masa depannya. Hal yang tidak kalah penting, hendaknya orang tua jangan bermudah-mudahan dalam memberikan smartphone kepada anak. Jika memang anak telah membutuhkannya, tetaplah awasi kegiatannya di sosial media dan tentunya ingatkanlah terus-menerus bahwa Allah senantiasa mengawasinya.
Penutup
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, berbagai dalil dalam al-Qur’an dan hadits Nabi ﷺ menunjukkan tentang haramnya perilaku penyimpangan seksual dan terlaknatnya orang yang melakukan perbuatan liwath. Ulama fuqaha juga menyatakan betapa buruk dan nistanya perbuatan tersebut sampai-sampai Allah menimpakan siksaan yang mengerikan di dunia dan akhirat kepada para pelakunya. Pelakunya pun dikatakan sebagai orang yang melampaui batas dan lebih buruk daripada binatang.
Dengan demikian, sebagai orang yang memiliki akal sehat dan fitrah yang lurus, hendaknya kita membentengi diri sendiri dan keluarga kita dari berbagai bentuk penyimpangan seksual. Dalam lingkup keluarga, sebagai orang tua, kita memiliki peran penting dalam membentengi anak dari perilaku menyimpang seperti homoseksual yang marak terjadi di lingkungan masyarakat. Upaya preventif yang dapat dilakukan dalam mencegah hal ini adalah dengan senantiasa meminta pertolongan kepada Allah, menanamkan nilai-nilai agama kepada anak, menjaga fitrah seksualitas anak, membangun komunikasi yang baik dengan anak, memerhatikan pergaulannya, dan tentunya dengan terus-menerus mengingatkan anak bahwa Allah selalu mengawasinya setiap saat di manapun ia berada. Wallahu a’lam.
Daftar Pustaka
- Achmad Anwar, Abidin. Perilaku Penyimpangan Seksual dan Upaya Pencegahannya di Kabupaten Jombang. Prosiding Seminar Nasional & Temu Ilmiah Jaringan Peneliti IAI Darussalam Blokagung Banyuwangi. 2019. n.d. https://core.ac.uk/download/pdf/230914249.pdf.
- Al-Jauziyyah, Ibnul Qayyim. Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ (Macam-Macam Penyakit Hati yang Membahayakan dan Resep Pengobatannya), 12th ed. Jakarta: Darul Haq, 2020.
- Al-Jauziyyah, Ibnul Qayyim. Mukhtashar al-Fawaid, 2nd ed. Jakarta: Griya Ilmu, 2018.
- Asy-Syafi’i, Imtihan. Tazkiyatun Nafs (Konsep Penyucian Jiwa Menurut Ulama’ Salaf). , Imtihan Asy-Syafi’i, 41st ed. Solo: Pustaka Arafah, 2020.
- Ismail, Jamal bin Abdurrahman. Bahaya Penyimpangan Seksual dan Solusinya Menurut Islam, 2nd ed. Jakarta: Darul Haq, 2016.
- Yufid TV. “Cara Mendidik Anak: Perbedaan Anak Laki Dan Perempuan – Ustadz Abu Salma Muhammad.” YouTube. December 9, 2019. https://youtu.be/YI7mZMYHXyE.